Internalisasi Bhineka Tunggal Ika
Guna Mewujudkan Persatuan Umat dan Kebangkitan Bangsa
Oleh: Lilis Siti Fatimah
PENDAHULUAN
Bertepatan dengan tahun baru Hijriyah yaitu pada 1 Muharram 1439 H, Zainut Tauhid selaku Wakil Ketua Umum Majelis
Ulama Indonesia (MUI) berpesan kepada
seluruh umat muslim di Indonesia untuk mengembangkan sikap toleransi, tawazun
(keseimbangan) serta menegakkan keadilan dalam menjalankan ajaran agama guna
mewujudkan persatuan umat dan bangsa, Kamis (21/9).
Ini memang bukan suatu perkara yang mudah apalagi melihat latar
belakang negara kita yang terdiri dari berbagai aliran beragama, ras/suku,
budaya dsb. Ukhuwah wathaniyyah (persaudaraan kebangsaan) sepertinya telah
dikumandangkan dari dahulu di negeri ini. Namun masih saja kita mendengar
konflik yang tak berkesudahan di berbagai lini daerah. Negeri yang dulunya
digandrungi akan kedamaian seakan semakin luntur tak berjejak.
Dewasa ini banyak sekali media yang memperbincangkan perihal
banyaknya intoleransi yang terjadi di Indonesia, tak terkecuali antar aliran
beragama Islam. Tentu hal ini sangat
meresahkan bagi umat Muslim di Indonesia terutama bagi aliran minoritas.
Sebagaimana yang penulis kutip dari laman web KSM EKA BRASETY Universitas
Indonesia bahwa hasil catatan oleh
komnas HAM, kejadian intoleransi di Indonesia terus mengalami peningkatan di
setiap tahunnya. Katakan saja pada tahun 2010 komnas HAM menerima 84 buah
pengaduan kasus dimana 26 kasus penyegelan rumah beribadah, 14 kasus kekerasan
dalam beraliran, 7 kasus sengketa internal dan konflik, dan 6 kasus pelanggaran
terhadap jemaah Ahmadiyah, dan sisanya pelanggaran lain-lain. Pada 2011
tercatat 83 kasus pengaduan dengan 32 kasus terkait gangguan dan penyegelan
atas rumah ibadah, 21 kasus terkaait Jamaah Ahmadiyah, gangguan dan pelarangan
ibadah 13 kasus dan diskriminasi atas minoritas agama 6 kasus. Pada tahun 2012
tercatat 68 pengaduan dan pada tahun 2013 Komnas HAM menerima 39 berkas pengaduan.
Data-data terseebut merupakan data yang tercatat pada tahun 2010-2013, belum
ditambah dengan deretan kasus lainnya dari tahun 2014 hingga tahun 2017 ini.
Data diatas dengan jelas menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia
masih tergolong rendah dalam memahami konteks toleransi. Tentu hal ini perlu
adanya suatu pergerakan khusus juga kesadaran dari berbagai lapisan. Disini
penulis lebih menekankan pada pemahaman atas Bhineka Tunggal Ika sebagai
semboyan sekaligus cita-cita bangsa dalam meningkatkan kesadaran juga pemahaman
bangsa mengenai bertoleransi. Karena dari pemahaman semboyan inilah Indonesia
menjadi satu dan sebab kurang pemahaman
semboyan ini juga bangsa Indonesia ini bisa hancur terpecah belah.
Bhineka Tunggal Ika atau berbeda-beda tapi tetap satu jua.
Berpuluh-puluh tahun kalimat tersebut terukir di lambang garuda kita dan berpuluh-puluh
tahun kita melontarkan kalimat tersebut. Namun apakah sebenarnya arti dari
semboyan itu bagi kita?
Dengan memahami makna yang terkandung dalam pancasila dan bhineka
tunggal ika diharapkan tidak ada lagi konfrontasi antar umat muslim sehingga ukhuwah
Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah tetap terjaga. Penulis yakin jika umat muslim di seluruh
Indonesia mampu bersatu maka bukan hanya membangkitkan Indonesia, melainkan
juga mampu membangkitkan peradaban Islam di dunia.
ISI
Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan bangsa Indonesia yang secara
etimologi diterjemahkan , bhineka berarti “beraneka ragam”. Kata neka
dalam bahasa Sanskerta yang berarti “macam” atau “aneka”. Kata tunggal
berarti “satu” dan ika berarti “itu”. Secara terminologi Bhineka Tunggal Ika
diterjemahkan “beraneka satu itu” yang memiliki makna walaupun beraneka ragam
namun pada dasarnya bangsa Indonesia merupakan satu kesatuan.
Di dalam Islam sendiri bahwa Bhineka Tunggal Ika merupakan salah
satu ajaran dari Islam dan telah termaktub dalam Al-Qur’an yang artinya:
“Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Al Hujuraat ayat 13)
Dari ayat diatas jelas bahwa Allah menyeru kepada umatnya untuk
saling mengenal satu sama lain. Karena Allah menciptakan berbagai bangsa dan
suku tidak lain untuk kita saling menghormati. Memang dalam ayat tersebut tidak
menjelaskan secara gamblang mengenai toleransi dalam perbedaan beragama maupun
dalam beraliran, namun disitu ada dijelaskan bahwa yang paling mulia disisi
Allah adalah orang yang paling bertakwa. Maka secara tidak langsung ini dapat
diartikan bahwa tentu ini menyinggung mengenai aliran atau agama. Maka barang
siapa yang bertakwa kepada Allah dialah yang paling mulia tidak peduli
alirannya apa dalam Islam, dia tetap mulia di sisi Allah selama ia bertakwa
kepada Allah.
Itulah kenapa penulis sangat menekankan pada pemahaman masyarakat
akan toleransi. Indonesia sendiri merupakan negara yang terkenal dengan
kemajemukannya di mana terdiri dari berbagai pulau, bahasa, ras, suku, adat
istiadat atau kebudayaan yang berbeda-beda. Kita sebagai negara majemuk harus
menyadari dan mengaplikasikan apa yang terkandung dalam Qs. Al Hujurat ayat 13.
Dengan demikian kesadaran akan bhineka tunggal ika serta toleransi harus
tertanamkan di setiap individu ataupun kelompok. Mengingat banyak sekali ancaman
disintegrasi atau perpecahan yang bersumber oleh kemajemukan berupa pertikaian
serta konflik yang tak berkesudahan sebab adanya sikap intoleran antar
golongan.
Memperbincangkan masalah konflik serta intoleransi baru-baru ini
tanah air kita dikejutkan oleh penolakan dua pendakwah. Pertama yaitu penolakan
dakwah terhadap Felix Siauw (aktifis Hizbut Tahrir Indonesia) yang dianggap
tidak mau menandatangani surat kesetiaan terhadap pancasila. Pada saat itu pendakwah
berketurunan etnis cina ini berencana akan mengisi ceramah pengajian di Masjid
Manarul Gempeng, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Sabtu (4/11). Sementara
di Garut juga terjadi penolakan atas Ustadz Bachtiar Nasir yang berencana akan
mengisi pengajian di Masjid Agung Garut, Sabtu (11/11).
Konflik saudara inilah yang kerap merusak persatuan umat. Kita
tidak sadar bahwa perlahan ancaman disintegrasi atau perpecahan antar golongan
maupun umat seakan telah terlihat nyata di dilingkungan kita.
Maka kita sebagai bangsa Indonesia dan umat muslim khususnya
haruslah benar-benar menyadari ancaman ini. Kita telah lahir dengan keberagaman
maka kita juga harus menjaga keutuhan keberagaman ini. Kita bangsa Indonesia
harus menjaga persatuan Indonesia dan
siap bangkit membangun Indonesia yang intelek dan bernafaskan Islam.
Terakhir penulis akan memberikan cuplikan puisi dari Gus Taqi,
dengan harapan pembaca mampu memahami bagaimana seharusnya menyikapi sebuah perbedaan
dengan membiasakan hidup positif. Berikut puisi ;
Hidup positif itu...
Argumentatif, bukan provokatif
Bergerak cepat, bukan sibuk berdebat
Realistis, bukan fantastis
Mencerdaskan, bukan membodohkan
Menawarkan solusi, bukan mengintimidasi
Berlomba dalam kebaikan, bukan berlomba saling
menjatuhkan
Mengatasi keadaan, bukan meratapi kenyataan
Hidup positif itu....
Suka berhikmat, bukan mahir mengumpat
Menebar kebaikan, bukan mengorek kesalahan
Menutup aib dan memperbaikinya, bukan
mencari-cari aib dan menyebarkannya
Menghargai perbedaan, bukan memonopoli
kebenaraan
Mendukung semua program kebaikan, bukan
memunculkan keraguan
Hidup positif itu....
Memberi senyum manis, bukan menjatuhkan vonis
Berletih-letih menanggung problema umat, bukan
meletihkan umat
Menyatukan kekuatan, bukan memecah belah
barisan
Kompak dalam perbedaan, bukan ribut mengklaim
kebenaran
Siap menghadapi musuh, bukan selalu mencari
musuh
Hidup positif itu....
mencari teman, bukan mencari lawan
Melawan kesesatan, bukan mengotak-atik
kebenaran
Asyik dalam kebersamaan, bukan bangga dengan
kesendirian
Menampung semua lapisan, bukan memecah belah
persatuan
Mengatakan aku cinta kamu, bukan aku benci
kamu
Hidup positif itu mengatakan “mari bersama
kami”, bukan “kamu harus ikut kami”
Mendatangi, bukan menunggu dipanggil
Saling memaafkan, bukan saling menyalahkan
dari cuplikan puisi di atas dapat dipahami
bahwa kita sebagai bangsa Indonesia sudah saatnya menyatukan barisan umat serta
siap kompak dalam menghadapi setiap ancaman. Kita sebagai bangsa Indonesia
harus siap berletih-letih menanggung segala permasalahan umat bukan malah
menambahi serta meletihkan umat. Besar harapan dengan adanya pemahaman umat
Muslim (sebagai kaum mayoritas di Indonesia) terhadap ke-Bhinekaan Indonesia,
mampu mendobrak semangat nasionalisme untuk Indonesia yang lebih hebat, untuk
Indonesia yang gandrung akan keadilan serta kesejahteraan.
PENUTUP
Tidak terpungkiri bahwa Indonesia ini memiliki banyak sekali
keanekaragaman sehingga wajar jika ada konflik antar golongan atau umat. Namun, kita
juga harus menyadari bahwa kebersamaan lah yang harusnya kita junjung bersama
guna melawan musuh bukan malah sibuk bermusuh-musuhan sesama saudara. Indonesia
akan bangkit karena kebersamaan serta rasa senasib sepenanggungan antar umat
dan golongan. Begitu juga sebaliknya Indonesia bisa menjadi hancur karena perpecah
belahan. Maka dari itu mari bersama-sama membangun
persatuan umat untuk menjunjung nilai sila yang ketiga yaitu persatuan
Indonesia, juga Mari kita bersama-sama bangkit membangun bangsa dan peradaban
Islam dengan saling memahami satu sama lain. Wallahua’lam bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar