Nama : Lilis Siti Fatimah
Nim : 23030160068
Praktik Pendidikan Islam di Indonesia
(Praktik Pendidikan Akhlak dan Moral di Jepara)
Oleh: Lilis Siti Fatimah
Abstract: Jepara is one of a
small city in the central java of Indonesia. Education is a key to get a better
state order. Through proper and best education, we are able to print
high-quality human resource, eradicate ignorance, and destroy poverty.but
education without character and moral is nothing. In a fact, Jepara is one of
small city which have so many humans who are has stricken viruses HIV/AIDS. In addition in Jepara also many
criminal.So that, increasing character and moral education is very needed to
make Indonesia especially Jepara’s city to be better.
Keywords:pactice Islam’s
education in Indonesia,Islam’s education
in Jepara, characteristic and moral education.
Pendidikan merupakan kebutuhan pribadi seseorang, kebutuhan yang
tidak dapat diganti dengan hal lain.
Karena pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia untuk mengembangkan
kualitas,potensi dan bakat diri. Pendidikan membentuk manusia dari yangtidak mengetahui menjadi mengetahui, dari
kebodohan menjadi kepintaran, dari yang kurang paham menjadi paham, intinya
yaitu pendidikan membentuk jasmani dan
rohani menjadi paripurna. Sedangkan, Pendidikan islam merupakan usaha dalam
pengubahan sikap dan tingkah laku individu dengan menanamkan ajaran-ajaran
agama islam dalam proses pertumbuhannya menuju terbentuknya kepribadian yang
berakhlak mulia, dimana akhlak yang mulia adalah merupakan hasil pelaksanaan
ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang sudah dicontohkan
oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu individu yang memiliki akhlak mulia
menjadi sangat penting keberadaannya sebagai cerminan dari terlaksananya
pendidikan islam.
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Dalam UU. No
tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, disebutkan mengenai tujuan
pendidikan nasional, yakni :
“Pendidikan Nasional
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,memiliki
pengetahuan, keterampilan,kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang
mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”
Selain
itu Dasar pendidikan adalah; landasan
yang dijadikan pegangan dalam
menyelenggarakan pendidikan. Adapun dasar pendidikan di Indonesia secara yuridis
telah dirumuskan, diantaranya :
1.
Undang-undang tentang pendidikan dan pengajaran No. 4 Th. 1950, Nomor 12 Th 1954, Bab III pasal 4(empat)
berbunyi : Pendidikan dan pengajaran berdasar atas azas-azas yang termaktub
dalam pancasila, UUD RI. Dan kebudayaan bangsa Indonesia.
2.
Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 Bab II pasal 2(dua)berbunyi :
Dasar pendidikan adalah falsafah negara pancasila.
3.
Dalam GBHN Th. 1973, GBHN 1978, GBHN 1983 dan GBHN 1988 Bab IV
bagian pendidikan berbunyi : Pendidikan Nasional Berdasarkan Pancasila.
Sedangkan
Dasar dan tujuan pendidikan agama Islam : Firman Allah SWT dan sunah Rasulullah
SAW. Kalau pendidikan diibaratkan bangunan, maka isi Al-Qur’an dan Hadist-lah
yang menjadi pondamennya.Al-Qur’an adalah sumber kebenaran dalam Islam,
kebenarannya tidak dapat diragukan lagi. Sedangkan sunah Rasulullah yang
dijadikan landasan pendidikan agama Islam adalah merupakan perbuatan,perkataan
atau pengakuan Rasulullah SAW dalam bentuk isyarat (suatu perbuatan yang
dilakukan oleh para sahabat atau orang lain dan Rasulullah membiarkan saja, dan
perbuatan serta kejadian tersebut terus berlangsung).
Dan Allah berfirman yang artinya :“ Dan barang siapa yang mentaati Allah dan
Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia akan bahagia sebenar-benar bahagia. (Q.S
Al-Ahzab : 71)
Pendidikan
merupakan bagian yang intern dalam kehidupan manusia. Dan, manusia hanya bisa
dimanusiakan melalui proses pendidikan. Karena itulah, maka pendidikan merupakan
sebuah proses yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia. Tak
terkecuali pendidikan Islam, yang dalam sejarah perjalanannya memiliki berbagai
dinamika.Eksistensi pendidikan Islam telah membuat kita terperangah dengan
berbagai dinamika dan perubahan yang ada.
Berbagai
perubahan dan perkembangan dalam pendidikan Islam itu sepatutnya membuat kita
senantiasa terpacu untuk mengkaji dan meningkatkan lagi kualitas diri, demi
peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan Islam di Indonesia ini. Telah
lazim diketahui, keberadaan pendidikan Islam di Indonesia banyak diwarnai
perubahan, sejalan dengan perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan
teknologi(IPTEK) yang ada. Sejak dari awal pendidikan Islam, yang masih berupa
pesantren tradisional hingga ke modern, sejak madrasah hingga ke sekolah Islam
bonafide, mulai Sekolah Tinggi Islam hingga Universitas Islam, semua tak luput
dari dinamika dan perubahan demi mencapai perkembangan dan kemajuan yang semaksimal
mungkin. Pertanyaannya kemudian adalah sudahkah kita mencermati dan memahami
bagaimana kemunculan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, untuk
kemudian dapat bersama-sama meningkatkan kualitasnya, demi tercipta pendidikan
Islam yang humanis, dinamis, berkarakter sekaligus juga tetap didalam koridor
Alqur’an dan Assunah.
PRAKTIK PENDIDIKAN ISLAM DI JEPARA
Di Jepara , pendidikan Islam telah
mengalami peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan zaman
pra-kemerdekaan dulu, hal ini dapat dilihat dari menjamurnya ponpes-ponpes di
kota ini. Sperti: pondok pesantren modern Darul Falah amtsilati yang telah terbukti keunggulannya
dengan berbagai hasil karyanya yang telah tersebar luas di seluruh penjuru
Indonesia. Selain itu juga ada pondok pesantren modern lain seperti ponpes Al
Muttaqin,ponpes Tahfidz Qur’an Al Husna,ponpes Darussalam dsb. Pendidikan islam
di Jepara juga didukung dengan banyaknya Madrasah-madrasah baik madrasah
ibtidaiyah hingga madrasah aliyah.namun perlu diketahui bahwa menjamurnya
ponpes,madrasah atau lembaga-lembaga pendidikan islam lainnya, bukan merupakan
sebuah jaminan 100% dalam pembentukan akhlak seorang anak. Jika kita lihat
secara umum tujuan dari pendidikan islam
salah satuya adalah membentuk akhlak yang mulia.
Namun ketika kita mengamati
realitas yang berada di Masyarakat
membuktikan pendidikan belum mampu menghasilkan anak didik berkualitas secara
keseluruhan,di Jepara banyak sekali siswa/I
baik SD(MI),SMP(MTS) maupun MA sederajat
yang bahkan seperti seorang anak yang tak pernah terdidik. Hal ini dibuktikan
dengan maraknya tindakan-tindakan asusila yang terjadi di lingkungan Jepara
seperti; anak MI/Mts yang sudah berani
merokok bahkan minum minuman keras, pergaulan bebas,pengonsumsian narkoba yang
biasa terjadi pada anak-anak SMA sederajat,melawan orang tua bahkan hingga
hampir terjadi sebuah pembunuhan antara anak terhadap orang tuanya dikarenakan
tidak dibelikan sebuah sepada motor sebagaimana yang telah terjadi di salah satu desa di Jepara tahun lalu. Dari sebuah hasil penelitian
Jepara merupakan termasuk kota yang
mempunyai penduduk telah terinfeksi virus HIV/AIDS terbesar nomor 6 se- jawa
Tengah.penyakit ini tercatat selalu
meningkat setiap tahunnya, yaitu tahun terakhir jumlah penderita positif
HIV/AIDS adalah 576.Hal
ini sungguh sangat ironi bukan?Lalu apakah yang salah dengan pendidikan di
Jepara?Dimanakah peranan mereka?Siapakah sajakah yang seharusnya andil dalam
hal ini?
Dari realitas di atas memunculkan
anggapan bahwa pendidikan belum mampu membentuk anak didikdalam berkepribadian paripurna. Pendidikan
diposisikan sebagai institusi yang
dianggap gagal membentuk anak didik berakhlak mulia. Telah
dijelaskan di atas bahwa berakhlak mulia merupakan bagian dari tujuan pendidikan di Indonesia,
tentu tujuan tersebut membutuhkan perhatian besar dari berbagai pihak dalam
rangka mewujudkan manusia berskill, kreatif, sehat jasmani dan rohani sekaligus
berakhlak mulia. Inti dari pendidikan islam adalah pendidikan akhlak, sebab
tidak ada artinya skill hebat jika tidak berakhlak mulia. Tidaklah berarti
mempunyai generasi hebat, jenius, kreatif tetapi tidak berakhlak karimah/mulia.
PENDIDIKAN AKHLAK DAN MORAL
Akhlak merupakan bagian terpenting
dalam kehidupan ini. Karena tanpa akhlak dunia akan hancur, dunia akan menjadi
seperti neraka, dunia akan menjadi ladang pemuasan keinginan tak terkendali,
baik kendali keagamaan, adat, maupun moral. Akhlak mulia menempati urutan
teratas jika dibandingkan dengan skill.Di manapun tempatnya akhlak mulia
mendapatkan tempat di hati masyarakat.Untuk itu perlu kiranya langkah dan
terobosan lebih maju untuk mendidik anak didik mempunyai akhlak mulia.Metode
dapat diandalkan dan mudah dilakukan. Di samping itu perlu adanya kesamaan
antara pendidikan di rumah,sekolah dan lingkungan masyarakat, sehingga
dimungkinkan jalan searah dalam mencapai tujuan.
Menurut Ulil
Amri Syafri, dia membagi ruang lingkup akhlak menjadi tiga bagian besar, yaitu
;
1.
Akhlak kepada Allah swt. dan
Rasulullah saw., yang merupakan sikap atau perbuatan manusia yang
seharusnya sebagai makhluk kepada sang khalik, yang antara lain meliputi sikap
tidak mempersekutukan Nya, bertawakkal kepada Nya, mensyukuri nikmat-nikmatnya,
dan lain-lain.
2.
Akhlak pribadi dan keluarga, yang mencakup bahasan tentang sikap
dan propil muslim yang mulia, memperlakukan keluarga dan manusia dengan baik,
cara berinteraksi dengan manusia lain, dan lain-lain.
3.
Akhlak bermasyarakat dan muamalah ,didalamnya mencakup hubungan
antar manusia. Akhlak ini mengatur konsep hidup seorang muslim dalam
bermuamalah disegala sektor, seperti dalam sector ekonomi, kenegaraan, maupun
sektor komunikasi, baik itu kepada muslim atau non muslim dalam tataran lokal
ataupun global.
Ada kecenderungan dari masyarakat
umum Jepara bahwa pendidikan adalah di sekolah, di sekolah anak cukup
mendapatkan pendidikan, mulai dari skill sampai pendidikan akhlak. Padahal
pendidikan di sekolah hanya satu bagian
dari bentuk pendidikan, adanya
ketergantungan orang tua dalam
mendidik anak kepada sekolah berakibat pengabaian pendidikan di rumah
dan masyarakat, padahal pendidikan di sekolah hendaknya bersesuaian dengan
pendidikan di sekolah, paling tidak ada semacam kesamaan. Adalah mustahil
pendidikan di sekolah dapat berhasil
maksimal sedangkan pendidikan di rumah dan lingkungan tidak mendukung.
Sebagai contoh anak di sekolah mendapat pelajaran tentang sholat
dari guru agamanya, mulai dari persiapan hingga bacaan sholat dan gerakan
sholat.Anak yang telah mendapatkan ilmu tentang sholat diharuskan untuk
mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ketika anak pulang dari sekolah,
kemudian datang waktu sholat, anak melihat ayah, ibu dan saudaranya tidak
sholat, bagaimana perasaan,pikiran anak tadi? Mungkin anak akan enggan melaksanakan sholat dengan alasan
ayah, ibu dan saudaranya juga tidak sholat atau seorang guru menasehati anak
didiknya untuk tidak merokok, kemudian pada waktu lain, anak didik melihat guru
tersebut merokok . bagaiamana sikap siswa pada waktu itu? Bagaimana kesimpulan
siswa ketika itu?
Kejadian tersebut mungkin saja ada, dan merealitas dalam masyarakat
bahkan bukan hanya di Jepara, melainkan mungkin hampir di Seluruh Indonesia.
Terlepas apakah metode yang digunakan di sekolah telah sesuai atau tidak,
apakah penyelenggaraan pendidikan di sekolah memungkinkan anak didik merasa
aman, terlindungi, gembira dalam mengembangkan bakat dan potensinya, apakah
guru sudah mengoptimalkan pembelajaran dengan memperhatikan aspek psikomotor,
afektif dan kognitif atau tidak, yang pasti keadaan-keadaan di masyarakat masih
sering terjadi perbuatan asusila, anarkis, amoral dan berbagai maksiat dan
kejahatan. Kejadian tersebut memberi sinyal dan gambaran bahwa pendidikan
akhlak belum menjadi prioritas dalam dunia pendidikan. Pendidikan hanya
mengembangkan aspek kognitif dibanding,
aspek psikomotor, afektif, emosi dan religi. Pendidikan dianggap tidak
berkualitas ,pendidikan telah dianggap gagal ? kegagalan tersebut tercermin
dari banyaknya perbuatan mungkar,asusila dalam kehidupan masyarakat. Keadaan
ini memunculkan anggapan bahwa pendidikan tidak berkualitas dan gagal.Apakah
anggapan tersebut berdasarkan?Karena kegagalan pendidikan tidak hanya diukur
dari sikap moral di masyarakat saja.Apakah pendidikasn tidak bermutu sehingga
menghasilkan anak didik bermoral rendah, berakhlak rendah?Apakah pendidikan
tidak mampu menampung dan mengakomodasi keinginan dan potensi, bakat dan
kemampuan siswa? Apakah proses pembelajaran sudah memberi ruang dan waktu bagi
berkembangnya bermacam potensi dan bakat
siswa? Kalau siswa telah mendapatkan
haknya untuk mengembangkan diri dan potensinya maka pendidikan telah
memberi makna kepada siswa.
Ada dua bentuk upaya yang dilakukan oleh kegiatan pendidikan dalam
melestarikan suatu kebudayaan beserta nilai-nilai akhlak dan nilai-nilai budaya
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Yaitu apa yang disebut dengan
transformasi nilai dan internalisasi nilai. Bahwa yang dimaksud dengan upaya
transpormasi nilai adalah, suatu upaya untuk mewariskan nilai-nilai yang
dimiliki oleh generasi sebelumnya untuk menjadi milik generasi
berikutnya.Sedangkan yang dimaksud dengan internalisasi nilai adalah suatu
upaya untuk menanamkan nilai-nilai yang dimiliki oleh generasi sebelumnya
sehingga tertanam kedalam jiwa generasi berikutnya.
Jadi upaya yang
dilakukan oleh pendidik untuk mewariskan nilai-nilai akhlak kepada anak didik,
sehingga nilai-nilai akhlak itu menjadi milik anak didik, disebut sebagai upaya
mentransformasikan nilai, sedangkan upaya yang dilakukan untuk menanamkan
nilai-nilai akhlak kedalam jiwa anak didik sehingga menjadi kepribadiannya
disebut dengan upaya menginternalisasikan nilai. Kedua upaya ini dalam kegiatan
pendidikan harus dilakukan secara serempak lewat proses belajar mengajar
dilingkungan sekolah, ataupun lewat proses pergaulan dan interaksi sosial di
lingkungan rumah tangga dan masyarakat.Tugas pendidikan pada umumnya, dan juga
pendidik atau guru pada khususnya ialah menanamkan suatu norma-norma tertentu
sebagai mana telah ditetapkan dalam dasar-dasar filsafat pada umumnya, atau
dasar-dasar filsafat pendidikan pada khususnya yang dijunjung oleh lembaga
pendidikan atau pendidik yang menyelenggarakan pendidikan tersebut.
Selain itu, pendidikan
juga hendaknya memperhatikan perkembangan anak didik, baik dari segi
kurikulumnya, metode dan materi ajarnya, perhatian terhadap aspek perkembangan
anak didik perlu diperhatikan agar terjadi umpan balik yang seimbang, umpan
balik yang dimaksud adalah adanya respon yang positif dari anak didik terhadap pendidikan yang
diikutinya, di sisi lain, anak didik akan terhindar dari pengabaian pendidikan
. bakat, potensi dan minatnya akan tersalurkan
jika pendidikan memperhatikan aspek perkembangan anak didik. Guru akan
mudah mengajar dan memberikan materi dengan metode tepat. Pendidikan hendaknya
mengembangkan aspek pribadi dengan tidak mengabaikan aspek sosial, lebih dari
itu pendidikan hendaknya mengembangkan aspek emosi dan religi anak.agama adalah
sumber ajaran akhlak mulia, dengan pemahaman agama kuat diharapkan anak
mempunyai referensi cukup untuk mengembangakan kepribadiannya.
Mengembangkan kepribadian mengacu kepada mendidik akhlak. Dalam
mendidik akhlak perlu sebuah sistem
ataupun metode tepat agar proses internalisasi dapat berjalan dengan baik,
lebih penting adalah anak mampu menerima konsep akhlak dengan baik serta mampu mewujudkan dalam kehidupan
keseharian.Zakiah Darajad mengomentari tentang sikap memberikan contoh dengan
suri tauladan.Dia mengatakan, bahwa latihan keagamaan, yang menyangkut akhlak
atau ibadah sosial, atau hubungan manusia dengan manusia sesuai dengan ajaran
agama, jauh lebih penting dari pada penjelasan dengan kata-kata.Latihan-latihan
ini dilakukan melalui contoh yang diberikan oleh guru atau orang tua.Oleh
karena itu guru agama hendaknya mempunyai kepribadian, yang dapat mencerminkan
ajaran agama yang diajarkannya kepada anak didiknya.Lalu sikapnya dalam melatih
kebiasaan-kebiasaan baik yang sesuai dengan ajaran agama itu, hendaknya
menyenangkan dan tidak kaku.
Suri tauladan akan
menjadi alat praga langsung bagi peserta didik. Bila guru agama dan orang tua
memberikan contoh tentang pengamalan akhlak, maka peserta didik akan
mempercayainya, sebagai mana yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw., dalam
upaya mendakwahkan dan mensyiarkan ajaran agama Islam ditengah-tengan umat
manusia. Kenyataan inilah yang dijelaskan oleh Allah swt., dalam surah Al Ahzab
ayat 21;
Artinya;“
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut nama Allah.”
Setelah dengan cara
melalui sikap memberikan suri tauladan untuk menanamkan akhlak kepada anak
didik atau peserta didik, maka cara selanjutnya adalah dengan sikap mengajak
dan mengamalkan.
Didalam Islam, akhlak yang diajarkan kepada peserta didik, bukan
hanya untuk dihapal menjadi ilmu pengetahuan
yang bersifat kognitif semata, tapi juga untuk dihayati dan menjadi
suatu sikap kejiwaan dalam dirinya yang bersifat efektif, dan harus diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari yang bersifat psykomotorik. Islam adalah agama yang menuntut para pemeluknya untuk
mengamalkan apa yang diketahuinya menjadi suatu amal shaleh.
PENUTUP
Akhlak dalam Islam memiliki nilai ibadah yang berdasarkan pada
syariat agama Islam. Akhlak sebagai suatu tabiat yang merupakan perwujudan
tingkah laku seorang muslim yang berhubungan dengan nilai baik dan buruk dan
tidak boleh bertentangan dengan hukum-hukum Islam. Moral adalah juga merupakan
suatu ujud tingkah laku yang berhubungan dengan nilai baik dan buruk, tapi
parameter untuk menentukan suatu perbuatan itu baik atau buruk ialah hanya
berdasarkan pada hasil olah pikiran manusia semata atau filsafat.Sedangkan
akhlak untuk menentukan baik buruknya perbuatan manusia itu parameternya adalah
wahyu Allah swt. Akhlak dalam Islam
adalah akhlak yang berdasarkan pada Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.
Sehingga agar seseorang dapat memiliki dan mengamalkan akhlak yang
terpuji (akhlakul karimah) haruslah dididik dengan pendidikan Islam yang
mengajarkan ajaran-ajaran agama Islam. Pendidikan Islam itu dapat dilaksanakan
di lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan madrasah, dan dapat juga
dilaksanakan pada lembaga pendidikan non formal seperti pengajian di masjid
ataupun majelis-majelis taklim lainnya, dan dapat juga dilaksanakan di lembaga
pendidikan informal seperti pendidikan di rumah tangga atau lingkungan tempat
tinggalnya.Untuk mengajarkan akhlak Islam, maka pendidik harus lebih dulu mencerminkan
seorang yang berakhlak mulia dengan amalan-amalan yang dilakukannya. Janganlah
mengajarkan suatu ilmu tapi tidak diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.Karena
Allah swt.sangat murka dan membenci kepada orang yang berkata tapi tidak
berbuat, dan kepada orang yang berilmu tapi tidak beramal.
DAFTAR RUJUKAN.
Darajad Zakiah,
Ilmu Jiwa Agama, Jakarta, Bulan Bintang, 1993.
Departemen
Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, Bandung, Gema Risalah Pers, 1991.
DR. Amri Ulil
Syafri. MA., Pendidikan Karakter Berbasis Al Quran, Jakarta, PT Rajagrafindo
Persada 2014, cet.II.
MAKALAH dan
ARTIKEL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI
INDONESIA.htm
Patoni Achmad,
Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT. Bina Ilmu, 2004 Tirtarahardja
Umar, Pengantar Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2005
Saipullah Ali
HA, Pendidikan Pengajaran Dan Kebudayaan, Pendidikan Sebagai Gejala Kebudayaan,
Surabaya, Usaha Nasional, 1982.
UU RI No. 2
Tahun. 1989. Tentang Sisdiknas, Jakarta: Intan Periwara, 1989.